Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Kotim Dalami Implikasi Putusan MK tentang Kedudukan Lembaga Pengawas Pemilu Daerah

Putusan MK

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar Rapat Telaah Hukum Lanjutan pada Rabu (6/8/2025) di Ruang Rapat Lantai 2 Kantor Sekretariat Bawaslu Kotim

Sampit, Bawaslu Kabupaten Kotawaringin Timur – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XVII/2019 menjadi salah satu tonggak penting dalam mempertegas posisi kelembagaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), khususnya di tingkat kabupaten/kota. Melalui putusan ini, MK menegaskan bahwa Bawaslu Kabupaten/Kota merupakan lembaga tetap yang memiliki kepastian hukum dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilihan, bukan sekadar bagian ad hoc dari struktur kelembagaan nasional. Keputusan tersebut membawa konsekuensi terhadap tata kelola kelembagaan, nomenklatur jabatan, dan kewenangan pengawasan di tingkat daerah.

Sebagai bagian dari tindak lanjut atas putusan tersebut, Bawaslu Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar Rapat Telaah Hukum Lanjutan pada Rabu (6/8/2025) di Ruang Rapat Lantai 2 Kantor Sekretariat Bawaslu Kotim. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman hukum dan menegaskan posisi kelembagaan Bawaslu di tingkat daerah dalam konteks pengawasan pemilu dan pilkada.

Rapat dipimpin oleh Indra Kurniawan, Koordinator Tim Kajian Hukum Bawaslu Kotim, serta dihadiri oleh Ketua dan jajaran Anggota Bawaslu Kotim, beserta seluruh anggota Tim Kajian Hukum. Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari permintaan Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah untuk menyusun kajian hukum terkait implementasi putusan MK tersebut.

Dalam arahannya, Indra Kurniawan menekankan bahwa telaah hukum ini merupakan bagian dari proses reflektif kelembagaan untuk memahami secara mendalam implikasi hukum dari keputusan MK.

“Putusan MK Nomor 48/PUU-XVII/2019 secara eksplisit menegaskan posisi Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai lembaga pengawas yang memiliki kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemilihan. Namun kita juga perlu menelaah implikasinya secara lebih luas, termasuk pada tataran pengawas di tingkat kelurahan dan desa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kotim, Natsir, menyoroti adanya perubahan penting dalam nomenklatur kelembagaan pengawas pemilihan yang perlu dikaji lebih lanjut.

“Putusan ini memberi kejelasan bagi Bawaslu Kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsi pengawasan Pilkada. Namun masih terdapat perbedaan penyebutan antara PPL dalam UU Pemilihan dan PKD dalam UU Pemilu. Hal ini menarik untuk dikaji karena dapat berdampak pada struktur pengawasan di lapangan,” jelasnya.

Anggota Tim Kajian Hukum, Rendy, turut mengingatkan pentingnya menjaga fokus telaah agar tetap relevan dengan substansi putusan MK.

“Telaah hukum sebaiknya difokuskan pada aspek kepastian hukum lembaga Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana ditegaskan dalam putusan MK. Jika meluas ke luar konteks itu, kita justru berisiko kehilangan arah kajian,” ungkapnya.

Menutup diskusi, Indra Kurniawan menegaskan bahwa hasil telaah hukum ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menjadi bahan refleksi untuk memperkuat landasan kelembagaan pengawasan di daerah.

“Harapan kami, hasil telaah ini menjadi bahan refleksi yang memperteguh komitmen Bawaslu Kotim untuk terus membangun kajian hukum yang sistematis, terukur, dan berorientasi pada penguatan kelembagaan pengawasan pemilu,” tutupnya.

Penulis dan Foto : Sarinta BR Ginting
Editor : Humas Bawaslu Kotawaringin Timur